UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 23
TAHUN 2011
TENTANG
PENGELOLAAN
ZAKAT
DENGAN
RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a.
bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiappenduduk untuk
memeluk agamanya masing-masing
dan untuk
beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya
itu;
b. bahwa
menunaikan zakat merupakankewajiban bagi umat Islam
yang mampu sesuai dengan syariat Islam;
c.bahwa zakat
merupakan pranata keagamaan yang bertujuan
untuk meningkatkan keadilan dan
kesejahteraan
masyarakat;
d.bahwa dalam
rangka meningkatkan dayaguna dan hasil guna,
zakat harus dikelola secara melembaga
sesuai dengan
syariat Islam;
e.bahwa
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Zakat sudah tidak sesuai dengan
perkembangan
kebutuhan hukum dalam masyarakat, sehingga perlu
diganti;
f.bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, huruf b, huruf c, huruf d,
dan huruf e
perlu membentuk Undang-Undang tentang
Pengelolaan Zakat;
Mengingat :
Pasal 20, Pasal 21, Pasal 29, dan Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
Dengan
Persetujuan Bersama
DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG
TENTANG PENGELOLAAN
ZAKAT.
BAB I
KETENTUAN
UMUM
Pasal 1
Dalam
Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
Pengelolaan
zakat adalah kegiatan 1. perencanaan,
pelaksanaan,
dan pengoordinasian dalam
pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan
zakat.
2.Zakat adalah
harta yang wajib dikeluarkan oleh
seorang muslim
atau badan usaha untuk diberikan
kepada yang
berhak menerimanya sesuai dengan
syariat Islam.
3.Infak adalah
harta yang dikeluarkan oleh seseorang
atau badan
usahan di luar zakat untuk
kemaslahatan
umum.
4.Sedekah
adalah harta atau nonharta yang dikeluarkan
oleh seseorang
atau badan usaha di luar zakat
untuk
kemaslahatan umum.
5.Muzaki
adalah seorang muslim atau badan usaha
yang
berkewajiban menunaikan zakat.
6.Mustahik
adalah orang yang berhak menerima zakat.
7.Badan Amil
Zakat Nasional yang selanjutnya disebut
BAZNAS adalah
lembaga yang melakukan
pengelolaan
zakat secara nasional.
8.Lembaga Amil
Zakat yang selanjutnya disebut LAZ
adalah Lembaga
yang dibentuk masyarakat yang
memiliki tugas
membantu pengumpulan,
pendistribusian
dan pendayagunaan zakat.
9.Unit
Pengumpul Zakat yang selanjutnya disebut UPZ
adalah satuan
organisasi yang dibentuk oleh
BAZNAS untuk
membantu mengumpulkan zakat.
10.Setiap
orang adalah orang perseorangan atau badan
hukum.
11.Hak Amil
adalah bagian tertentu dari zakat yang
dapat
dimanfaatkan untuk biaya operasional dalam
pengelolaan
zakat sesuai dengan syariat Islam.
Menteri adalah
menteri yang 12. menyelenggarakan
urusan
pemerintahan di bidang agama.
Pasal 2
Pengelolaan
zakat berasaskan:
a.syariat
Islam;
b.amanah;
c.kemanfaatan;
d.keadilan;
e.kepastian
hukum;
f.terintegrasi;
dan
g.akuntabilitas.
Pasal 3
Pengelolaan
zakat bertujuan:
a.meningkatkan
efektivitas dan efisiensi pelayanan
dalam
pengelolaan zakat; dan
b.meningkatkan
manfaat zakat untuk mewujudkan
kesejahteraan
masyarakat dan penanggulangan
kemiskinan.
Pasal 4
(1)Zakat
meliputi zakat mal dan zakat fitrah.
(2)Zakat mal
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a.emas, perak,
dan logam mulia lainnya;
b.uang dan
surat berharga lainnya;
c.perniagaan;
d.pertanian,
perkebunan dan kehutanan;
e.peternakan
dan perikanan;
f.pertambangan;
g.perindustrian;
h.pendapatan
dan jasa; dan
i.rikaz.
(3)
Zakat mal
sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
merupakan
harta yang dimiliki oleh muzaki
perseorangan
atau badan usaha.
(4) Syarat dan
tata cara penghitungan zakat mal dan
zakat fitrah
dilaksanakan sesuai dengan syariat
Islam.
(5) Ketentuan
lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara
penghitungan
zakat mal dan zakat fitrah
sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) akan diatur
dengan
Peraturan Menteri.
BAB II
BADAN AMIL
ZAKAT NASIONAL
Bagian
Kesatu
Umum
Pasal 5
(1) Untuk
melaksanakan pengelolaan zakat,
Pemerintah
membentuk BAZNAS.
(2) BAZNAS
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berkedudukan
di ibu kota negara.
(3) BAZNAS
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan
lembaga pemerintah nonstruktural yang
bersifat mandiri
dan bertanggung jawab kepada
Presiden
melalui Menteri.
Pasal 6
BAZNAS
merupakan lembaga yang berwenang
melakukan
tugas pengelolaan zakat secara nasional.
Pasal 7
(1) Dalam
melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6,
BAZNAS menyelenggarakan fungsi:
perencanaan
pengumpulan, pendistribusian, a. dan
pendayagunaan
zakat;
b.pelaksanaan
pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan
zakat;
c.pengendalian
pengumpulan, pendistribusian,
dan
pendayagunaan zakat;
d.pelaporan
dan pertanggungjawaban pelaksanaan
pengelolaan
zakat.
(2)
Dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya,
BAZNAS dapat
bekerjasama dengan pihak terkait
sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangundangan.
(3) BAZNAS
melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya
secara
tertulis kepada Presiden melalui Menteri dan
kepada Dewan
Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia
paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu)
tahun.
Bagian Kedua
Keanggotaan
Pasal 8
(1) BAZNAS
terdiri atas 11 (sebelas) orang anggota.
(2)
Keanggotaan BAZNAS sebagaimana dimaksud
pada ayat (1)
terdiri atas 8 (delapan) orang dari
unsur
masyarakat dan 3 (tiga) orang dari unsur
pemerintah.
(3) Unsur
masyarakat sebagaimana dimaksud pada
ayat (2)
terdiri atas unsur ulama, tenaga profesional,
dan tokoh
masyarakat Islam.
(4) Unsur
Pemerintah sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dapat
ditunjuk dari kementerian/instansi
yang berkaitan
dengan pengelolaan zakat.
(5) BAZNAS
dipimpin oleh seorang ketua dan seorang
wakil ketua.
Pasal 9
Masa kerja
anggota BAZNAS dijabat selama 5 (lima)
tahun dan
dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa
jabatan.
Pasal 10
Anggota BAZNAS
diangkat dan (1) diberhentikan oleh
Presiden atas
usul Menteri.
(2)Anggota
BAZNAS dari unsur masyarakat diangkat
oleh Presiden
atas usul Menteri setelah mendapat
pertimbangan
Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia.
(3)Ketua dan
Wakil Ketua BAZNAS dipilih oleh
anggota.
Pasal 11
Persyaratan
untuk dapat diangkat sebagai anggota
BAZNAS
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 paling
sedikit harus:
a.warga negara
Indonesia;
b.beragama
Islam;
c.bertakwa
kepada Allah SWT;
d.berakhlak
mulia;
e.berusia
minimal 40 (empat puluh) tahun;
f.sehat
jasmani dan rohani;
g.tidak
menjadi anggota partai politik;
h.memiliki
kompetensi di bidang pengelolaan zakat;
dan
i.tidak pernah
dihukum karena melakukan tindak
pidana
kejahatan yang diancam dengan pidana
penjara paling
singkat 5 (lima) tahun.
Pasal 12
Anggota BAZNAS
diberhentikan apabila:
a.meninggal
dunia;
b.habis masa
jabatan;
c.mengundurkan
diri;
d.tidak dapat
melaksanakan tugas selama 3 (tiga)
bulan secara
terus menerus; atau
e.tidak
memenuhi syarat lagi sebagai anggota.
Pasal 13
Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara pengangkatan
dan
pemberhentian anggota BAZNAS sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 10 diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 14
(1) Dalam
melaksanakan tugasnya, BAZNAS dibantu
oleh
sekretariat.
(2) Ketentuan
lebih lanjut mengenai organisasi dan tata
kerja
sekretariat BAZNAS sebagaimana dimaksud
pada ayat (1)
diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga
BAZNAS
Provinsi
Dan BAZNAS
Kabupaten/Kota
Pasal 15
(1) Dalam
rangka pelaksanaan pengelolaan zakat pada
tingkat
provinsi dan kabupaten/kota dibentuk
BAZNAS
provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota.
(2) BAZNAS
provinsi dibentuk oleh Menteri atas usul
gubernur
setelah mendapat pertimbangan
BAZNAS.
(3) BAZNAS
kabupaten/kota dibentuk oleh Menteri
atau pejabat
yang ditunjuk atas usul
bupati/walikota
setelah mendapat pertimbangan
BAZNAS.
(4) Dalam hal
gubernur atau bupati/walikota tidak
mengusulkan
pembentukan BAZNAS provinsi atau
BAZNAS
kabupaten/kota, Menteri atau pejabat
yang ditunjuk
dapat membentuk BAZNAS provinsi
atau
kabupaten/kota setelah mendapat
pertimbangan
BAZNAS.
(5) BAZNAS provinsi
dan BAZNAS kabupaten/kota
melaksanakan
tugas dan fungsi BAZNAS di
provinsi atau
kabupaten/kota masing-masing.
Pasal 16
(1) Dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya,
BAZNAS, BAZNAS
provinsi, BAZNAS
kabupaten/kota
dapat membentuk UPZ pada
instansi pemerintah,
badan usaha milik negara,
badan usaha
milik daerah, perusahaan swasta, dan
perwakilan
Republik Indonesia di luar negeri serta
dapat
membentuk UPZ pada tingkat kecamatan,
kelurahan atau
nama lainnya, dan tempat lainnya.
Ketentuan
lebih lanjut mengenai organisasi (2) dan tata
kerja BAZNAS
provinsi dan BAZNAS
kabupaten/Kota
diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Bagian Keempat
Lembaga Amil
Zakat
Pasal 17
Untuk membantu
BAZNAS dalam pelaksanaan
pengumpulan,
pendistribusian dan pendayagunaan
zakat,
masyarakat dapat membentuk LAZ.
Pasal 18
(1)Pembentukan
LAZ wajib mendapat izin Menteri
atau pejabat
yang ditunjuk oleh Menteri.
(2)Izin
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya
diberikan
apabila memenuhi persyaratan paling
sedikit:
a.terdaftar
sebagai organisasi kemasyarakatan
Islam yang
mengelola bidang pendidikan,
dakwah, dan
sosial;
b.berbentuk
lembaga berbadan hukum;
c.mendapat
rekomendasi dari BAZNAS;
d.memiliki
pengawas syariat;
e.memiliki
kemampuan teknis, administratif dan
keuangan untuk
melaksanakan kegiatannya;
f.bersifat
nirlaba;
g.memiliki
program untuk mendayagunakan
zakat bagi
kesejahteraan umat; dan
h.bersedia
diaudit syariah dan diaudit keuangan
secara
berkala.
Pasal 19
LAZ wajib
melaporkan pelaksanaan pengumpulan,
pendistribusian,
dan pendayagunaan zakat yang telah
diaudit kepada
BAZNAS secara berkala.
Pasal 20
Ketentuan
lebih lanjut mengenai persyaratan organisasi,
mekanisme
perizinan, pembentukan perwakilan,
pelaporan, dan
pertanggungjawaban LAZ diatur
dengan
Peraturan Pemerintah.
BAB III
PENGUMPULAN,
PENDISTRIBUSIAN,
PENDAYAGUNAAN,
DAN PELAPORAN
Bagian Kesatu
Pengumpulan
Pasal 21
Dalam rangka
pengumpulan (1) zakat, muzaki
melakukan
penghitungan sendiri atas kewajiban
zakatnya.
(2)Dalam hal
tidak dapat menghitung sendiri
kewajiban zakatnya,
muzaki dapat meminta
bantuan
BAZNAS.
Pasal 22
Zakat yang
dibayarkan oleh muzaki kepada BAZNAS
atau LAZ
dikurangkan dari penghasilan kena pajak.
Pasal 23
(1) BAZNAS
atau LAZ wajib memberikan bukti setoran
zakat kepada
setiap muzaki.
(2) Bukti
setoran zakat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1)
digunakan sebagai pengurang penghasilan
kena pajak.
Pasal 24
Lingkup
kewenangan pengumpulan zakat oleh
BAZNAS, BAZNAS
provinsi, dan BAZNAS
kabupaten/kota
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
Pendistribusian
Pasal 25
Zakat wajib
didistribusikan kepada mustahik sesuai
syariat Islam.
Pasal 26
Pendistribusian
zakat, sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 25
dilakukan berdasarkan skala prioritas dengan
memperhatikan
prinsip pemerataan, keadilan, dan
kewilayahan.
Bagian Ketiga
Pendayagunaan
Pasal 27
Zakat dapat
didayagunakan untuk (1) usaha produktif
dalam rangka
penanganan fakir miskin dan
peningkatan
kualitas umat.
(2)Pendayagunaan
zakat untuk usaha produktif
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan
apabila
kebutuhan dasar mustahik telah terpenuhi.
(3)Ketentuan
lebih lanjut mengenai pendayagunaan
zakat untuk
usaha produktif sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan Peraturan
Menteri.
Bagian Keempat
Pengelolaan
Infak, Sedekah,
Dan Dana
Sosial keagamaan Lainnya
Pasal 28
(1)Selain
menerima zakat, BAZNAS atau LAZ juga
dapat menerima
infak, sedekah, dan dana social
keagamaan
lainnya.
(2)Pendistribyusian
dan pendayagunaan infak,
sedekah, dan
dana sosial keagamaan lainnya
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan
sesuai dengan
syariat Islam dan dilakukan sesuai
dengan
peruntukkan yang diikrarkan oleh pemberi.
(3)Pengelolaan
infak, sedekah, dan dana sosial
keagamaan
lainnya harus dicatat dalam
pembeukuan
tersendiri.
Bagian Kelima
Pelaporan
Pasal 29
(1)BAZNAS
kabupaten/kota wajib menyampaikan
pelaksanaan
pengelolaan zakat, infak, sedekah, dan
dana sosial
keagamaan lainnya kepada BAZNAS
provinsi dan
pemerintah daerah secara berkala.
(2)BAZNAS
provinsi wajib menyampaikan laporan
pelaksanaan
pengelolaan zakat, infak, sedekah dan
dana sosial
keagamaan lainnya kepada BAZNAS
dan pemerintah
daerah secara berkala.
(3)LAZ wajib
menyampaikan laporan pelaksanaan
pengelolaan
zakat, infak, sedekah dan dana sosial
keagamaan
lainnya kepada BAZNAS dan
pemerintah
daerah secara berkala.
(4)BAZNAS
wajib menyampaikan laporan
pelaksanaan
pengelolaan zakat, infak, sedekah dan
dana sosial
keagamaan lainnya kepada Menteri
secara
berkala.
Laporan neraca
tahunan (5) BAZNAS diumumkan
melalui media
cetak atau media elektronik.
(6)Ketentuan
lebih lanjut mengenai pelaporan
BAZNAS
kabupaten/kota, BAZNAS provinsi, LAZ,
dan BAZNAS
diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
BAB IV
PEMBIAYAAN
Pasal 30
Untuk
melaksanakan tugasnya, BAZNAS dibiayai
dengan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan
Hak Amil.
Pasal 31
(1)Dalam
melaksanakan tugasnya, BAZNAS provinsi
dan BAZNAS
kabupaten/kota sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 16 ayat (1), dibiayai dengan
Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah dan Hak
Amil.
(2)Selain
pembiayaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1)
BAZNAS provinsi dan BAZNAS
kabupaten/kota
dapat dibiayai dengan Anggaran
Pendapatan
Belanja Negara.
Pasal 32
LAZ dapat
menggunakan hak amil untuk membiayai
kegiatan
operasional.
Pasal 33
(1)Pembiayaan
BAZNAS dan penggunaan Hak Amil
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 31
ayat (1), dan
Pasal 32 diatur lebih lanjut dengan
Peraturan
Pemerintah.
(2)Pelaporan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (3) dan
pembiayaan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 30
dan Pasal 31 dilaksanakan sesuai
dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB V
PEMBINAAN
DAN PENGAWASAN
Pasal 34
Menteri
melaksanakan pembinaan (1) dan pengawasan
terhadap
BAZNAS, BAZNAS provinsi, BAZNAS
kabupaten/kota,
dan LAZ.
(2)Gubernur
dan Bupati/Walikota melaksanakan
pembinaan dan
pengawasan terhadap BAZNAS
provinsi,
BAZNAS kabupaten/kota, dan LAZ sesuai
dengan
kewenangannya.
(3)Pembinaan
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2)
meliputi fasilitasi, sosialisasi, dan
edukasi.
BAB VI
PERAN SERTA
MASYARAKAT
Pasal 35
(1)Masyarakat
dapat berperan serta dalam pembinaan
dan pengawasan
terhadap BAZNAS dan LAZ.
(2)Pembinaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan
dalam rangka:
a.meningkatkan
kesadaran masyarakat untuk
menunaikan
zakat melalui BAZNAS dan LAZ;
dan
b.memberikan
saran untuk peningkatan kinerja
BAZNAS dan
LAZ.
(3)Pengawasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan
dalam bentuk :
a.akses
terhadap informasi tentang pengelolaan
zakat yang
dilakukan oleh BAZNAS dan LAZ;
dan
b.penyampaian
informasi apabila terjadi
penyimpangan
dalam pengelolaan zakat yang
dilakukan oleh
BAZNAS dan LAZ.
BAB VII
SANKSI
ADMINISTRATIF
Pasal 36
(1)
Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 19, Pasal 23 ayat (1), Pasal 28
ayat (2) dan
ayat (3), serta Pasal 29 ayat (3) dikenai
sanksi
administratif berupa:
a. peringatan
tertulis;
b. penghentian
sementara dari kegiatan; dan/atau
c. pencabutan
izin.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai
sanksi administrasi
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan
Pemerintah.
BAB VIII
LARANGAN
Pasal 37
Setiap orang
dilarang melakukan tindakan memiliki,
menjaminkan,
menghibahkan, menjual, dan/atau
mengalihkan
zakat, infak, sedekah, dan/atau dana
sosial
keagamaan lainnya yang ada dalam
pengelolaannya.
Pasal 38
Setiap orang
dilarang dengan sengaja bertindak selaku
amil zakat
melakukan pengumpulan, pendistribusian,
atau
pendayagunaan zakat tanpa izin pejabat yang
berwenang.
BAB IX
KETENTUAN
PIDANA
Pasal 39
Setiap orang
yang dengan sengaja melawan hukum
tidak
melakukan pendistribusian zakat sesuai dengan
ketentuan
Pasal 25 dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5
(lima) tahun dan/atau pidana denda
paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 40
Setiap orang
yang dengan sengaja dan melawan hukum
melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 37
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun
dan/atau pidana denda paling banyak
Rp500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah).
Pasal 41
Setiap orang
yang dengan sengaja dan melawan hukum
melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 38
dipidana
dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu)
tahun dan/atau
pidana denda paling banyak
Rp50.000.000,00
(lima puluh juta rupiah).
Pasal 42
Tindak pidana
sebagaimana dimaksud (1) dalam Pasal
39 dan Pasal
40 merupakan kejahatan.
(2)Tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal
41 merupakan
pelanggaran.
BAB X
KETENTUAN
PERALIHAN
Pasal 43
Badan Amil
Zakat Nasional yang (1) telah ada sebelum
Undang-Undang
ini berlaku tetap menjalankan
tugas dan
fungsi sebagai BAZNAS berdasarkan
Undang-Undang
ini sampai terbentuknya BAZNAS
yang baru
sesuai dengan Undang-Undang ini.
(2)Badan Amil
Zakat Daerah provinsi dan Badan Amil
Zakat Daerah
kabupaten/kota yang telah ada
sebelum
Undang-Undang ini berlaku tetap
menjalankan
tugas dan fungsi sebagai BAZNAS
provinsi dan
BAZNAS kabupaten/kota berdasarkan
Undang-Undang
ini sampai terbentuknya
kepengurusan
baru berdasarkan Undang-Undang
ini.
(3)LAZ yang
telah dikukuhkan oleh Menteri sebelum
Undang-Undang
ini berlaku dinyatakan sebagai
LAZ
berdasarkan Undang-Undang ini.
(4)LAZ
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib
menyesuaikan
diri paling lambat 5 (lima) tahun
terhitung
sejak Undang-Undang ini diundangkan.
BAB XI
KETENTUAN
PENUTUP
Pasal 44
Pada saat
Undang-Undang ini mulai berlaku, semua
Peraturan
Perundang-undangan tentang Pengelolaan
Zakat dan
peraturan pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 38 Tahun
1999 tentang Pengelolaan Zakat
(Lembaran
Negera Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 164;
Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia
Nomor 3885) dinyatakan masih tetap berlaku
sepanjang
tidak bertentangan dengan ketentuan dalam
Undang-Undang
ini.
Pasal 45
Pada saat
Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-
Undang Nomor
38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan
Zakat
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1999 Nomor
164; Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia
Nomor 3885) dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
Pasal 46
Peraturan
pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus
ditetapkan
paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak
Undang-Undang
ini diundangkan.
Pasal 47
Undang-Undang
ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar setiap
orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan
Undang-Undang ini dengan
penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
Disahkan di
Jakarta
pada tanggal
25 November 2011
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO
BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di
Jakarta
pada tanggal
25 November 2011
MENTERI HUKUM
DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK
INDONESIA,
ttd.
AMIR SYAMSUDIN
LEMBARAN
NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011
NOMOR 115
Salinan
sesuai dengan aslinya
KEMENTERIAN
SEKRETARIAT NEGERA RI
Asisten
Deputi Perundang-undangan
Bidang
Politik dan Kesejahteraan Rakyat,
ttd.
Wisnu Setiawan
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 23
TAHUN 2011
TENTANG
PENGELOLAAN
ZAKAT
I. Umum
Negara
menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk
memeluk
agamanya masing-masing dan beribadat menurut
agamanya dan
kepercayaannya itu. Penunaian zakat merupakan
kewajiban bagi
umat yang mampu sesuai dengan syariat Islam.
Zakat
merupakan pranata keagamaan yang bertujuan untuk
meningkatkan
keadilan, kesejahteraan masyarakat, dan
penanggulangan
kemiskinan.
Dalam rangka
meningkatkan daya guna dan hasil guna, zakat
harus dikelola
secara melembaga sesuai dengan syariat Islam,
amanah,
kemanfaatan, keadilan, kepastian hukum, terintegrasi, dan
akuntabilitas
sehingga dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi
pelayanan
dalam pengelolaan zakat.
Selama ini
pengelolaan zakat berdasarkan Undang-Undang
Nomor 38 Tahun
1999 tentan Pengelolaan Zakat dinilai sudah tidak
sesuai lagi
dengan perkembangan kebutuhan hokum dalam
masyarakat
sehingga perlu diganti. Pengelolaan zakat yang diatur
dalam
Undang-Undang ini meliputi kegiatan perencanaan,
pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan.
Dalam upaya
mencapai tujuan pengelolaan zakat, dibentuk
Badan Amil
Zakat Nasional (BAZNAS) yang berkedudukan di ibu
kota Negara,
BAZNAS provinsi, dan BAZNAS kabupaten/kota.
BAZNAS
merupakan lembaga yang pemerintah nonstruktural yang
bersifat
mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui
Menteri.
BAZNAS merupakan lembaga yang berwenang melakukan
tugas
pengelolaan zakat secara nasional.
Untuk membantu
BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan,
pendistribusian,
dan pendayagunaan zakat, masyarakat dapat
membentuk
Lembaga Amil Zakat (LAZ). Pembentukan LAZ wajib
mendapat izin
Menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri.
LAZ wajib
melaporkan secara berkala kepada BAZNAS atas
pelaksanaan
pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan
zakat yang
telah diaudit syariah dan keuangan.
Zakat wajib
didistribusikan kepada mustahik sesuai dengan
syariat Islam.
Pendistribusian dilakukan berdasarkan skala prioritas
dengan
memperhatikan prinsip pemerataan, keadilan, dan
kewilayahan.
Zakat dapat didayagunakan untuk usaha produktif
dalam rangka
peanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas
umat apabila
kebutuhan dasar mustahik telah terpenuhi.
Selain
menerima zakat, BAZNAS atau LAZ juga dapat
menerima
infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya.
Pendistribusian
dan pendayagunaan infak, sedekah, dan dana sosial
keagamaan
lainnya dilakukan sesuai dengan syariat Islam dan
dilakukan sesuia
dengan peruntukkan yang diikrarkan oleh pemberi
dan harus
dilakukan pencatatan dalam pembukuan tersendiri.
Untuk
melakukan tugasnya, BAZNAS dibiayai dengan
Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara dan Hak Amil.
Sedangkan
BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota
dibiayai
dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Hak
Amil, serta
juga dapat dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan
Belanja
Negara.
II. PASAL
DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Yang dimaksud
dengan asas ”amanah” adalah pengelola
zakat harus
dapat dipercaya.
Huruf c
Yang dimaksud
dengan asas ”kemamfaatan” adalah
pengelolaan
zakat dilakukan untuk memberikan
manfaat yang
sebesar-besarnya bagi mustahik.
Huruf d
Yang dimaksud
dengan asas ”keadilan” adalah
pengelolaan
zakat dalam pendistribusiannya dilakukan
secara adil.
Huruf e
Yang dimaksud
dengan asas ”kepastian hukum” adalah
dalam
pengelolaan zakat terdapat jaminan kepastian
hukum bagi
mustahik dan muzaki.
Huruf f
Yang dimaksud
dengan asas ”terintegrasi” adalah
pengelolaan
zakat dilaksanakan secara hierarkis dalam
upaya
meningkatkan pengumpulan, pendistribusian
dan
pendayagunaan zakat.
Huruf g
Yang dimaksud
dengan asas ”akuntabilitas” adalah
pengelolaan
zakat dapat dipertanggungjawabkan dan
diakses oleh
masyarakat.
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Yang dimaksud
dengan ”rikaz” adalah harta
temuan.
Ayat (3)
Yang dimaksud
dengan ”badan usaha” adalah badan
usaha yang
dimiliki umat Islam yang meliputi badan
usaha yang
tidak berbadan hukum seperti firma dan
yang berbadan
hukum seperti perseroan terbatas.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud
dengan “pihak terkait” antara lain
kementerian,
Badan Usaha Milik Negara (BUMN), atau
lembaga luar
negeri.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Ayat (1)
Di Provinsi
Aceh, penyebutan BAZNAS provinsi atau
BAZNAS
kabupaten/kota dapat menggunakan istilah
baitu mal.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 16
Ayat (1)
Yang dimaksud ”tempat
lainnya” antara lain masjid dan
majelis
taklim.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Ayat (1)
Yang dimaksud
dengan ”usaha produktif adalah usaha
yang mampu
meningkatkan pendapatan, taraf hidup dan
kesejahteraan.
Yang dimaksud
dengan ”peningkatan kualitas umat”
adalah
peningkatan sumber daya manusia.
Ayat (2)
Kebutuhan
dasar mustahik meliputi kebutuhan pangan,
sandang,
perumahan, pendidikan dan kesehatan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 35
Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Cukup jelas
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Cukup jelas
Pasal 44
Cukup jelas
Pasal 45
Cukup jelas
Pasal 46
Cukup jelas
Pasal 47
Cukup jelas
TAMBAHAN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5255
0 komentar:
Posting Komentar